Mengkaji Makna Dari Tradisi "Buka Luwur" oleh Masyarakat Kudus

Malam ini saat saya menulis  untuk sahabat bloger semua bertepatan dengan malam tanggal 9 Asyura atau 9 Muharram bulan hijriah. Artinya Apa?
Begini sahabat blogger, malam ini merupakan malam yang penting bagi masyarakat Kudus, khususnya masyarakat dekat dengan lingkungan Makam Sunan Kudus dan Masjid Menara Kudus. Mengapa demikian ? Itu karena keesokan harinya tanggal 10 bulan Muharram(Hijriah)  akan ada peringatan tradisi “Buka Luwur”. Oleh karena itu semua kebutuhan yang diperlukan harus dipersiapkan pada malam  ini (9 Muharram).

Kalau demikian apa sih “Buka Luwur” itu ?
"Buka Luwur" merupakan upacara tradisi yang terdapat di kota Kudus yang dilaksanakan pada setiap tanggal 10 Asyuro (Muharram) yang konon bertepatan dengan wafatnya Sunan Kudus berupa prosesi penggantian “luwur atau kain mori” yang digunakan untuk membungkus jirat, nisan, dan cungkup pada Makam Sunan Kudus. Upacara ini bersifat massal, dilaksanakan di Tajug Masjid Menara Kudus, Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Asyuro telah ditetapkan sebagai hari pelaksanaan “khaul” (ulang tahun wafatnya) Sunan Kudus untuk setiap tahunnya. “Buka Luwur”  atau Buka Luhur merupakan sebutan masyarakat untuk upacara ini, yang artinya membuka pusaka leluhur di Makam Sunan Kudus (Hartatik tt:355).

Ritual Buka Luwur dimulai dengan pembacaan do’a yang dilakukan di tajug atau pendopo yang terletak di kompleks Makam Sunan Kudus. Tajug ini berbentuk segi empat yang bermotifkan bangunan Jawa, model atap yang berundak-undak dengan empat tiang penyangga di tiap sisinya yang terbuat dari kayu jati sedangkan lantainya dari keramik yang diatasnya terhampar karpet bermotif masjid. Peserta ritual Buka Luwur duduk di seputar tajug dan mengelilingi luwur yang nantinya akan dipasang. Peserta ritual ini kesemuanya berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah antara 50-70 orang. Peserta ritual Buka Luwur adalah Ulama atau Kyai, tokoh masyarakat, Pemda, DPRD, Pengurus Perhimpunan Pemangku Makam Auliya (PPMA) dan tamu undangan lain.

Puncak upacara yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Asyura (Muharram) ini adalah khaul (ulang tahun wafatnya) Sunan Kudus, karena di dalam prosesi upacaranya selalu diikuti oleh pembacaan tahlil yang dipimpin oleh Imam Besar Masjid Menara yang diikuti oleh semua peserta upacara tersebut. Luwur yang semula berada di tengah-tengah tajug kemudian diarak oleh peserta ritual Buka Luwur menuju makam Sunan Kudus yang berada di sisi utara tajug diiringi dengan lantunan sholawat. Hanya beberapa orang saja yang bisa masuk ke bagian utama Makam Sunan Kudus untuk memasang luwur di Makam dan Nisan Sunan Kudus, sementara peserta ritual lainnya berada di luar bagian utama makam Sunan Kudus. Setelah prosesi pemasangan selesai dilanjutkan dengan pembacaan do’a tahlil.

Upacara ritual Buka Luwur ini diakhiri dengan do’a yang dibacakan oleh Kyai yang paling senior di Kudus. Peserta mengamini setiap kali Kyai selesai membacakan do’a. Setelah do’a penutup dibacakan, para peserta ritual Buka Luwur meninggalkan area makam Sunan Kudus. Di depan pintu keluar tampak 5 orang panitia membagikan nasi jangkrik yang dibungkus dengan daun jati dan ditaruh dalam keranjang. Selain untuk masyarakat yang mengikuti prosesi upacara, nasi jangkrik itu juga diperuntukkan bagi para donatur, tamu undangan, serta panitia penyelenggara. Karena jumlahnya terbatas, menyebabkan sering terjadi rebutan yang menyebabkan beberapa orang sempat pingsan akibat berdesak-desakan berebut nasi jangkrik itu. Upacara ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat, karena mereka menginginkan  berkah dari potongan luwur lama yang diyakini mempunyai banyak khasiat (Falah tt:7)

sumber : antarafoto.com "penggantian kain mori"

"pembungkusan nasi berkah (nasi jangkrik)"

sumber : Tribunnews.com "pembagian nasi berkah(nasi jangkrik)"


Labels: Info Tradisi
0 Komentar untuk "Mengkaji Makna Dari Tradisi "Buka Luwur" oleh Masyarakat Kudus"

Back To Top